auliya'urrosyidin

auliya'urrosyidin
the future

auliya' urrosyidin

Rabu, 10 Maret 2010

PARASITOLOGI

mikrobiologi
Sesuai namanya, bidang ilmu mikrobiologi (mikros = kecil/ sangat kecil; bios = hidup/kehidupan) mempelajari tentang bentuk, kehidupan, sifat, dan penyebaran organisma yang termasuk golongan mikroba (jasad renik). Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang.
Walupun sudah agak lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723). Mikroskop tersebut sangat sederhana, hanya memiliki satu lensa, dan mencapai pembesaran kurang dari 200 kali. Tetapi dengan mikroskop sederhana tersebut misteri tentang bentuk mikroba yang sebelumnya masih merupakan rahasia besar mulai terungkap.
Ketika Louis Pasteur (1822-1895) menemukan prinsip-prinsip fermentasi, yaitu satu di antara temuan-temuan dasar mengenai mikroba, rahasia seputar mikroba pun menjadi lebih jelas, dan keilmuan mikrobiologi mulai menemukan titik terang perkembangannya.
Seorang dokter dari Jerman yang bernama Robert Koch (1843-1910) memperluas lagi perkembangan tersebut dengan menemukan kaitan mikroorganisma-mikroorganisma tertentu dengan penyakit. Postulat (batasan) yang disusunnya pada saat itu masih tetap berlaku sampai saat ini, dan dikenal dengan nama Postulat Koch.
Pada zaman modern, bidang mikrobiologi telah berkembang secara sangat luas, sehingga menyentuh bidang-bidang pengetahuan lain yang sejalan, di antaranya adalah:
- Bidang kesehatan, termasuk di dalamnya kebersihan, sanitasi, dan pengolahan limbah.
- Bidang pertanian, termasuk di dalamnya peternakan, perikanan, kehutanan, dan pasca-panen.
- Bidang industri, termasuk di dalamnya industri kimia, industri obat-obatan, industri kertas, industri tekstil, dsb.
- Bidang makanan, termasuk di dalamnya yang berhubungan dengan pengolahan/pembuatan, quality control, serta pengawetan.
- Bidang pelestarian dan pengolahan lingkungan hidup.
PARASITOLOGI
Sejarah, Perkembangan dan Wawasan Parasitologi
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari organisme parasit yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit, selain ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.
PROTOZOA PARASIT USUS DAN RONGGA TUBUH PADA MANUSIA
Protozoa Parasit Usus
Struktur tubuh protozoa tersusun dari unit-unit (komponen) fungsional yang disebut sebagai organel-organel bukan organ-organ sebab Protozoa adalah hewan bersel satu atau terdiri dari satu sel saja. Seluruh fungsi kehidupannya dilakukan oleh satu sel tersebut. Sedangkan "organ" terdiri dari banyak sel dan "organel-organel" adalah bagian sel yang mengalami diferensiasi yang disesuaikan dengan fungsinya. Pengelompokan Protozoa parasit dalam parasitologi dilakukan berdasarkan patologi anatomi hospesnya dengan urutan yang disesuaikan dengan taksonominya. Alasan pengelompokan tersebut, dimaksudkan untuk mempermudah dalam mempelajarinya.
Protozoa Parasit Rongga Tubuh
Protozoa atrial adalah protozoa yang berhabitat pada rongga tubuh seperti mulut, hidung, vagina, urethera. Dalam kelompok protozoa atrial yaitu Entomoeba gingivalis (Kelas Sarcodina) dan Trichomonas tenax dan T. vaginalis (Kelas Flagellata), hanya T. vaginalis yang patogen. E. gingivalis hanya diketahui bentuk trophozoit saja yang sangat mirip dengan E. histolytica. Spesies ini tinggal di dalam gingiva manusia bersifat apatogen sama halnya dengan T. tenax. T. vaginalis habitat pada vagina dan glandula prostata. Pada wanita menyebabkan vaginistis yaitu dapat mengeluarkan banyak sekret keputihan yang menyebabkan keputihan. Infeksi pada laki-laki dirasakan setelah adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan mungkin menyebabkan uretritis dan prostata.
Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya
Protozoa yang hidup parasit di dalam darah dan jaringan manusia mencakup berbagai jenis yaitu Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan Toxoplasma gondii. Parasit Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian tidak patogen, di dalam darah hewan mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada ada 3 spesies patogen pada manusia yaitu Trypanosoma gambiense, T. rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia Trypanosomidae ini adalah Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot. Bentuk-bentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap. Daur hidup Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang vertebrata dan invertebrata. Penularan Trypanosoma dan dapat secara langsung dan dapat secara tidak langsung yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah sebelum menjadi infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah lalat tse-tse, sedangkan Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi Trypanosoma didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit Plasmodium penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan kematian pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale, sedangkan spesies lainnya dapat menginfeksi burung, monyet, rodentia dan sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan insektisida, pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk kelangsungan hidup parasit tersebut mempunyai fase schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni. Patologinya menyebabkan pecahnya eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan gangguan peredaran darah. Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limpa. Pencegahan mencakup pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk malaria. Pengobatan meliputi penghancuran parasit praeritrositik, obat represif, obat penyembuh dan obat radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan gametastatik.
Protozoa Parasit Pada Jaringan
Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di dalam jaringan hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit bagi manusia dan hewan khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada umumnya. Protozoa yang bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma. Dari genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies tersebut adalah Leishmania donovani penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica penyebab leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko kutis. Meskipun ketiga genus Leishmania ini merupakan protozoa parasit pada jaringan, tetapi di dalam daur (siklus) hidupnya masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk kelangsungan hidupnya. Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan darah manusia. Di antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu menginfeksi berbagai macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur hidupnya mempunyai tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan ookista. Sebagai berikut infektifnya adalah sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara infeksinya adalah bukan dengan melalui vektor, tetapi dengan berbagai cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi ataupun dengan kista, trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian di laboratorium. Peristiwa ini dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan (perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta penyebab toxoplasmosis kongenital.
HELMINTHES PARASIT USUS MANUSIA DAN HEWAN
Trematoda Usus
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan Gastrodiscus. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain seperti mamalia (anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar. Siklus hidup selalu memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong : Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah parasit dalam usus, pada infeksi ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala yang timbul adalah sakit perut, diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.

Senin, 18 Januari 2010

Pengertian dan Definisi Unsur, Senyawa dan Campuran Pada Zat

Zat Adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Zat bisa berupa zat padat, zat cair dan zat gas. Zat berdasarkan kemurniannya dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :
A. Unsur
Unsur adalah suatu zat yang sudah tidak bisa dibagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Contoh unsur :
- Unsur Emas / Au (Aurum)
- Unsur Nitrogen / N
- Unsur Platina / Pt
- Unsur Karbon / Carbon / C
B. Senyawa
Senyawa adalah zat tunggal yang terdiri atas beberapa unsur yang saling kait-mengait.
Contoh Senyawa :
- Senyawa Oksigen / O2
- Senyawa Air / H2O
- Senyawa Alkohol / C2 H5 OH
- Senyawa Garam Dapur / NaCl
C. Campuran
Campuran adalah zat yang tersusun dari beberapa zat yang lain jenis dan tidak tetap susunannya dari unsur dan senyawa.
Contoh Campuran :
- Udara
- Tanah
- Air

Senin, 11 Januari 2010

SOSPOL

Tingkat Keterlibatan Masyarakat

dalam Pembuatan Kebijakan kesehatan

Keterlibatan Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan kesehatan

Tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan pada

Bidang kesehatan sangatlah minim.bahkan terdapat beberapa tenaga kesehatan yangtidak terlibat dalam proses perumusan kebijakan public kesehatan, mulai dari perumusan sampai penetapan suatu peraturan undang-undang kesehatan hanya melibatkan masyarakatnya yang sangat sedikit itu pun hanya sebagai pelengkap keanggotaan saja.

Kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis.

Kompleksitas dan dinamika tersebut akan lebih terasa apabila pengamatan

kita ditujukan pada proses kebijakan. Dari perspektif manajemen, proses kebijakan

dapat dipandang sebagai rangkaian kegiatan yang meliputi paling tidak tiga

kelompok utama, yaitu (1) formulasi kebijakan, (2) pelaksanaan kebijakan, dan (3) penetapan kebijakan

C. Faktor-faktor Strategis yang Berpengaruh dalam Perumusan Kebijakan

Dalam perumusan kebijakan publik paling tidak terdapat sebanyak enam

faktor strategis yang biasanya mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Faktor politik. Faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu

kebijakan publik, karena dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors), baik aktor-aktor dari pemerintah maupun dari kalangan bukan pemerintah (pengusaha, LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain-lain).

2. Faktor ekonomi/finansial. Faktor mi pun perlu dipertimbangkan terutama

apabila kebijakan tersebut akan menggunakan atau menyerap dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam suatu daerah.

3. Faktor administratif/organisatoris. Dalam perumusan kebijakan perlu pula dipertimbangkan faktor administratif atau organisatoris yaitu apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi. Dalam perumusan kebijakan publik perlu

mempertimbangkan teknologi yaitu apakah teknologi yang ada dapat mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya, dan agama. Faktor ini pun perlu dipertimbangkan,

misalnya apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya, dan agama atau yang sering disebut masalah Sara.

6. Faktor pertahanan dan keamanan. Faktor pertahanan dan keamanan ini pun akan berpengaruh dalam perumusan kebijakan, misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan tidak mengganggu stabilitas keamanan suatu daerah.

Terapi Individu dengan Autisme

Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif, maka jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.

Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

Perkembangan Penelitian Autisme

Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:


Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi.
Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:
1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism
1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging literature on treatment
1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment, school-based services
1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment, school-based services
2000s Litigation, school-based services

Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang ‘normal’.
Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.

Prevalensi Individu dengan Autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia.
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta.

Gejala Autisme

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Diagnosa Autisme

A. Interaksi Sosial (minimal 2):
Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
Kesulitan bermain dengan teman sebaya
Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

Kamis, 07 Januari 2010

Hak dan Kewajiban Dokter

Didalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed No: YM 02.04.3.5.2504 th. 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.

Hak Dokter

Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu:

v Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

v Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis pasien yang sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

v Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.

v Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat darurat.

v Hak atas ‘privacy’ (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).

v Hak memperoleh informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau keluarganya.

v Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.

v Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.

v Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.

Kewajiban Dokter

Sumber dan Dasar Hukum kewajiban Dokter antara lain:

Kewajiban Dokter (PP NO. 32-1996)

Pasal 21

1. Mematuhi Standar profesi tenaga kesehatan

Pasal 22

1. Menghormati hak pasien

2. Menjaga kerahasiaan pasien

3. Memberikan informasi kondisi dan tindakan yang akan dilakukan

4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

5. Membuat dan memelihara rekam medis

Kewajiban Dokter (UU No. 29-2004)

Pasal 51

1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur serta kebutuhan medis pasien;
2. Merujuk pasien kedokter lain apabila tidak mampu;
3. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasien;
4. Melakukan pertolongan darurat;
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perekmbangan ilmu kedokteran

KEWAJIBAN DOKTER (“KODEKI”-18 Pasal)

I. Kewajiban Umum (9)

1. Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter

2. Melakukan profesi menurut ukuran yang tertinggi

3. Tidak boleh dipengaruhi untuk keuntungan pribadi

4. Tidak bertentangan dengan etik.

5. Tiap perbuatan yang melemahkan daya tahan hanya untuk kepentingan penderita

6. Berhati-hati menerapkan teknik/pengobatan baru

7. Memberi keterangan yang terbukti kebenarannya.

8. Mengutamakan kepentingan masyarakat, menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat

9. Bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat

II. Kewajiban terhadap penderita (5)

1. Melindungi hidup mahluk insani
2. Tulus Ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya.. Jika tidak mampu, wajib rujuk.
3. Memberikan kesempatan kepada penderita untuk berhubungan dengan orang lain.
4. Merahasiakan rahasia penderita
5. Wajib melakukan pertolongan darurat.

III. Kewajiban terhadap teman sejawat (2)

1. Memperlakukan teman sejawat (TS) sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
2. Tidak boleh mengambil alih penderita dari TS tanpa persetujuannya.

IV. Kewajiban thd diri sendiri (2)

1. Harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik
2. Senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur

Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan kewajiban-kewajiban dokter adalah sebagai erikut:

¨ Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.

¨ Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

¨ Merujuk pasien ke dokter lain atau rumah sakit lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

¨ Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya.

¨ Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien (menjaga kerahasiaan pasien) bahkan setelah pasien meninggal dunia.

¨ Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakan.

¨ Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan kedokteran/ kedokteran gigi, khusus untuk tindakan yang berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa, tujuan tindakan, alternative tindakan, risiko tindakan, komplikasi dan prognose.

¨ Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.

¨ Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/ kedokteran gigi.

¨ Memenuhi hal- hal yang telah disepakati/ perjanjian yang telah dibuatnya.

¨ Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

¨ Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit.

¨ Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik dokter/ dokter gigi.

¨ Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

¨ Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.

¨ Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dalam memberikan pelayanan kesehatan.

¨ Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran I ndonesia.

Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban yang perlu diketahui oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit agar dapat menyesuaikan dengan hak dan kewajiban di bidang profesi masing-masing. Karena hak dan tanggung jawab ini berkaitan erat dengan pasien sebagai penerima jasa, maka masyarakatpun harus mengetahui dan memahaminya.

Hak Rumah Sakit

Hak rumah sakit adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu yaitu:

* Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi atau keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).
* Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.
* Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
* Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential.
* Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga, dll).
* Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
* Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.

Kewajiban Rumah Sakit

· Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

· Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status pasien.

· Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty of Care).

· Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care).

· Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.

· Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.

· Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku.

· Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.

· Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.

· Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

· Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.

· Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.

· Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik, penunjang medik, maupun non medik.

· Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI).

SUMPAH DOKTER INDONESIA (PP No.26 -1960/SK Menkes No. 434-1983)

Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan:

1. Hidup berbakti untuk kepentingan keperikemanusiaan.
2. Memelihara martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran
3. Menjalankan tugas secara terhormat dan bersusila sesuai martabat dokter
4. Mengutamakan kepentingan masyarakat
5. Merahasiakan segala sesuatu yang merupakan kerahasiaan dokter.
6. Tidak menggunakan pengetahuan kedokteran yang bertentangan dengan perikemanusiaan
7. Menghormati setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan.
8. Mengutamakan kesehatan penderita
9. Berikhtiar sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh faktor agama, bangsa, suku, kelamin, politik, kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
10. Memberikan penghormatan dan terima kasih yang selayaknya kepada guru-guru saya.
11. Memperlakukan TS sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan.
12. Mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
13. Mengikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh, dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Hak dan Kewajiban Pasien

Kedudukan dokter yang selama ini dianggap lebih "tinggi" dari pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Dengan semakin berkembangnya masyarakat hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan. Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap keampuhan ilmu kedokteran dan teknologi. Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek di bidang kedokteran, perlu diungkap hak dan kewajiban pasien. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban pasien diharapkan akan meningkatkan kualitas sikap dan tindakan yang cermat dan hati-hati dari tenaga kedokteran.



"Informed consent"

Mengenai informed consent (persetujuan) masih diperlukan pengaturan hukum lebih lengkap. Karena tidak hanya untuk melindungi pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan (malpraktek).

Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed consent tersebut adalah:

1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.

3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.

4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.

5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).

Minggu, 03 Januari 2010

ASAM BASA dan KESEIMBANGAN ASAM BASA

Keseimbangan asam basa
Dalam tubuh terdapat sistem buffer untuk mengatur konsentrasi asam dan basa yang diperlukan dan dapat diterima oleh tubuh.
Darah merupakan sistem buffer dalam tubuh
Darah mengatur keseimbangan asam basa di dalam tubuh

Untuk Direnungkan:
Mengapa pH cairan dalam tubuh kita tidak berubah ketika mengkonsumsi berbagai makanan yang berkadar asam?

Mengapa pemberian cairan infus tidak boleh menggunakan sembarang larutan nutrisi tetapi harus menggunakan larutan infus packing?

Larutan Penyangga (Buffer)
Buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH terhadap sejumlah kecil penambahan asam, basa atau pengenceran (air)
Fungsi : untuk mempertahankan pH
Sifat larutan buffer:
- pH lart tidak berubah jk diencerkan
- pH lart tdk berubah jk ditambah ke dlmnya sedikit asam atau basa

Jenis larutan buffer
Campuran asam lemah dengan garamnya, contoh :
- CH3COOH dengan CH3COONa
- H3PO4 dengan NaH2PO4
Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut, contoh:
- NH4OH dengan NH4Cl
Buffer yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7)
Cara membuat:
- asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya
- mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan

Buffer yang bersifat basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7).
Cara membuat:
a. dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat
b. mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih


Fungsi Larutan Penyangga bagi Tubuh
Menjaga pH pada plasma darah agar berada pada pH berkisar 7,35 – 7,45 ,yaitu dari ion HCO3-.
Apabila pH darah lebih dari 7,45 akan meng-alami alkalosis, akibatnya terjadi hiperven-tilasi/bernapas berlebihan, muntah hebat.
Apabila pH darah kurang dari 7,35 akan mengalami acidosis akibatnya jantung ,ginjal, hati dan pencernaan akan terganggu
Menjaga pH cairan tubuh agar ekskresi ion H+ pada ginjal tidak terganggu, yaitu asam dihidrogen posphat (H2PO4-) dengan basa monohidrogen posphat (HPO4-2)

Buffer Dalam Cairan Tubuh:
Fungsi larutan penyangga (buffer) sangat vital karena dapat menjaga kestabilan pH dalam berbagai cairan tubuh, baik secara intrasel maupun ekstrasel di sekitar 7,4.
Fungsi ini dijalankan oleh pasangan ion konjugasi: H2PO4- - HPO42- dan H2CO3 - HCO3-

Sabtu, 02 Januari 2010

Pertumbuhan Emosi

Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Seorang bayi yang baru lahir sudah dapat menangis, tetapi ia hampir mencapai tingkat kematangan tertentu sebelum ia dapat tertawa. Kalau anak itu sudah lebih besar, maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud-maksud tertentu pada situasi-situasi tertentu.
Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang nampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis dan meronta.
Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi emosi tersebut dapat dimengerti oleh orang-orang lain dalam kebudayaan yang sama. Klineberg pada tahun 1938 menyelidiki literatur-literatur Cina dan mendapatkan berbagai bentuk ekspresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia Barat. Ekspresi-ekspresi itu antara lain :
• Menjulurkan lidah kalau keheranan.
• Bertepuk tangan kalau kuatir.
• Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia.
Yang juga dipelajari dalam perkembangan emosi adalah obyek - obyek dan situasi-situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang anak yang tidak pernah ditakut-takuti di tempat gelap, tidak akan takut pada tempat gelap.
Warna efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap obyek atau situasi di sekelilingnya. Ia dapat suka atau tidak menyukai sesuatu, misalnya ia suka kopi, tetapi tidak suka teh. Ini disebut preferensi dan merupakan bentuk yang paling ringan daripada pengaruh emosi terhadap pandangan seseorang mengenai situasi atau obyek di lingkungannya. Dalam bentuknya yang lebih lanjut, preferensi dapat menjadi sikap, yaitu kecenderungan untuk bereaksi secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.
Sikap pada seseorang, setelah beberapa waktu, dapat menetap dan sukar untuk diubah lagi, dan menjadi prasangka. Prasangka ini sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku, karena ia akan mewarnai tiap-tiap perbuatan yang berhubungan dengan sesuatu hal, sebelum hal itu sendiri muncul di hadapan orang yang bersangkutan.
Sikap yang disertai dengan emosi yang berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya.
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya :
a. memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
b. melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa ( frustasi ).
c. menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup ( nervous ) dan gagap dalam berbicara.
d. terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e. suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Jenis Emosi Perubahan Fisik
1. Terpesona 1. Reaksi elektris pada kulit
2. Marah 2. Peredaran darah bertambah cepat
3. Terkejut 3. Denyut jantung bertambah cepat
4. Kecewa 4. Bernapas panjang
5. Sakit / Marah 5. Pupil mata membesar
6. Takut / Tegang 6. Air liur mengering
7. Takut 7. Bulu roma berdiri
8. Tegang 8. Pencernaan terganggu, otot – otot menegang atau bergetar ( tremor )
Takut
Takut adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Bentuk ekstrim dari takut adalah takut yang pathologis yang disebut phobia. Phobia adalah perasaan takut terhadap hal-hal tertentu yang demikian kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang nyata, misalnya takut terhadap tempat yang sempit dan tertutup (claustrophobia), takut terhadap ketinggian atau takut berada di tempat - tempat yang tinggi (acrophobia), takut terhadap kerumunan orang, takut tempat -tempat ramai (ochlophobia).
Rasa takut lain yang merupakan kelainan kejiwaan adalah kecemasan (anxiety) yaitu rasa takut yang tak jelas sasarannya dan juga tidak jelas alasannya. Kecemasan yang terus menerus biasanya terdapat pada penderita-penderita Psikoneurosis.
Khawatir
Kuatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai obyek yang jelas atau tidak ada obyeknya sama sekali. Kekuatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang, tidak tenang, tidak aman. Kekuatiran seseorang untuk melanggar norma masyarakat adalah salah satu bentuk kekuatiran yang umum terdapat pada tiap-tiap orang dan kekuatiran ini justru positif karena dengan demikian orang selalu bersikap hati-hati dan berusaha menyesuaikan diri dengan norma masyarakat.
Cemburu
Kecemburuan adalah bentuk khusus dan kekuatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. Seorang yang cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya.
Gembira
Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiraan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat spesial, yaitu melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang sedang gem¬bira tersebut.
Marah
Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk sampai pada tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan bertambah. Untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan itu individu yang bersangkutan menjadi marah.
Motif
Motif, atau dalam bahasa Inggris-nya '"motive", berasal dari kata ''motion", yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif, pun. erat hubungannya dengan "gerak", yaitu dalam hal ini gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga per-buatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah-laku.
Di samping istilah "motif", dikenal pula dalam psikologi istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan.
Ada beberapa pendapat mengenai apa sebenarnya motif itu. Salah satu pendapat mengatakan bahwa motif itu merupakan energi dasar yang terdapat dalam diri seseorang. Sigmund Freud adalah salah seorang sarjana yang berpendapat demikian. Tiap tingkah ¬laku, menurut Freud didorong oleh suatu energi dasar yang disebut instink-instink ini oleh Freud dibagi dua :
1. Instink kehidupan atau instink seksual atau libido, yaitu do¬rongan untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan keturunan.
2. Instink yang mendorong perbuatan-perbuatan agresif atau yang menjurus kepada kematian.
Tokoh-tokoh lain yang juga mengakui motif sebagai energi dasar antara lain adalah:
1. Bergson dengan teori "elan vital" yang mengakui adanya faktor yang bersifat non material yang mengatur tingkah laku.
2. Me Dougail dengan teori "bormic", yang mengatakan bahwa tingkah laku ditentukan oleh hasrat, kecenderungan yang bekerjanya analog dengan kenyataan-kenyataan dalam dunia ilmu. alam dan ilmu kimia.
Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai perantara pada organisme atau manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Suatu perbuatan dimulai dengan adanya suatu ketidak seimbangan dalam diri individu, misalnya lapar atau takut. Keadaan tidak seimbang ini tidak menyenangkan bagi individu yang bersangkutan, sehingga timbul kebutuhan untuk meniadakan ketidak seimbangan ini, misalnya mencari makanan atau mencari perlindungan,. Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk berbuat sesuatu. Setelah perbuatan itu dilakukan maka tercapailah keadaan seimbang dalam diri individu, dan timbul perasaan puas, gembira, aman dan sebagainya. Kecenderungan untuk mengusahakan keseimbangan dari ketidak seimbangan terdapat dalam diri tiap organisme dan manusia, dan ini disebut prinsip homeostasis.
Pada manusia, lingkaran motivasi bersifat dinamis, ini disebab-kan karena keseimbangan pada manusia seringkali merangsang ketidak seimbangan lain yang lebih tinggi tingkatannya.
Hal ini tidak terdapat pada hewan, misalnya, karena pada hewan ketidak seimbangan-ketidak seimbangan yang timbul selalu sama dan waktu ke waktu sampai hewan ini mati. Oleh karena itu lingkaran motivasi pada hewan bersifat statis.
Motif adalah instansi terakhir bagi terjadinya tingkah laku. Meskipun misalnya ada kebutuhan, tetapi kebutuhan ini tidak ber-hasil menciptakan motif, maka tidak akan terjadi tingkah laku. Hal ini disebabkan karena motif tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu, seperti faktor-faktor biologis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kebudayaan

Penggolongan Emosi

Membedakan satu emosi dari emosi lainnya dan menggolongkan emosi-emosi yang sejenis ke dalam satu golongan atau satu tipe adalah sangat sukar dilakukan karena hal-hal yang berikut ini:
1. Emosi yang sangat mendalam (misalnya sangat marah atau sa¬ngat takut) menyebabkan aktivitas badan yang sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh diaktifkan, dan dalam keadaan seperti ini sukar untuk menentukan apakah seseorang sedang takut atau sedang marah.
2. Satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya, kalau marah ia mungkin gemetar di tempat, tetapi lain kali mungkin ia memaki-maki, dan lain kali lagi ia mungkin lari.
3. Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan pada sifat rangsangnya bukan pada keada¬an emosinya sendiri. Jadi, "takut" adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya, "marah" adalah emosi yang timbul terhadap sesuatu yang menjengkelkan.
4. Pengenalan emosi secara subyektif dan introspektif, juga sukar dilakukan karena selalu saja akan ada pengaruh dari lingkungan.

Definisi emosi

Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari itu disebut warna efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar saja. Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.”

Perbedaan antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya. Pada suatu saat tertentu, suatu warna efektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Jadi, sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan emosi di sini bukan terbatas pada emosi atau perasaan saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada tingkat yang lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang (mendalam).

Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri – ciri sebagai berikut :

· Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.

· Bersifat fluktuatif ( tidak tetap ).

· Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.

Mengenai ciri – ciri emosi ini dapat dibedakan antara emosi anak dan emosi pada orang dewasa sebagai berikut :

Emosi Anak

Emosi Orang Dewasa

1.

Berlangsung singkat dan berakhir tiba - tiba

1.

Berlangsung lebih lama dan berakhir dengan lambat

2.

Terlihat lebih hebat dan kuat

2.

Tidak terlihat hebat / kuat

3.

Bersifat sementara / dangkal

3.

Lebih

4.

Lebih sering terjadi

4.

Jarang terjadi

5.

Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya

5.

Sulit diketahui karena lebih pandai menyembunyikannya